TRANSFORMASI PENDIDIKAN DAN GLOBALISASI
COOPERATIVE LEARNING |
Ditulis oleh: Fikri Farikhin, M.Pd.I
Pada abad 21 ini, kita perlu menelaah kembali praktik-praktik pembelajaran di sekolah-sekolah. Peranan yang harus dimainkan oleh dunia pendidikan dalam mempersiapkan anak didik untuk berpartisipasi secara utuh dalam kehidupan bermasyarakat di abad 21 akan sangat berbeda dengan peranan tradisional yang selama ini dipegang erat oleh sekolah-sekolah.
Ada persepsi umum yang sudah berakar dalam dunia pendidikan dan juga sudah menjadi harapan masyarakat. Persepsi umum ini menganggap bahwa sudah merupakan tugas guru untuk mengajar dan menyadari siswa dengan muatan-muatan informasi dan pengetahuan. Guru perlu bersikap atau setidaknya dipandang oleh siswa sebagai yang mahatahu dan sumber informasi. Lebih celaka lagi, siswa belajar dalam situasi yang membebani dan menakutkan karena dibayangi oleh tuntutan-tuntutan mengejar nilai-nilai tes dan ujian tertinggi.
Tampaknya, perlu adanya perubahan paradigma dalam menelaah proses belajar siswa dan interaksi antara siswa dan guru. Sudah seyogianyalah kegiatan belajar mengajar juga lebih mempertimbangkan siswa. Siswa bukanlah sebuh botol kosong yang bisa diisi dengan muatan-muatan informasi apa saja yang dianggap perlu oleh guru. Selain itu, alur proses belajar tidak harus berasal dari guru menuju siswa. Siswa juga saling mengajar dengan sesama siswa lainnya. Bahkan, banyak penelitian menunjukkan bahwa pengajaran oleh rekan sebaya (peer teaching) ternyata lebih efektif daripada pengajaran oleh guru. Sistem pengajaran yang memberi kesempatan kepada anak didik untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur disebut sebagai sistem "pembelajaran gotong royong" atau cooperatif learning. Dalam sistem ini, guru bertindak sebagai fasilitator.
Ada beberapa alasan penting mengapa sistem pengajaran ini perlu dipakai lebih sering di sekolah-sekolah. Seiring dengan proses globalisasi, juga terjadi transformasi sosial, ekonomi, dan demografis yang mengharuskan sekolah dan perguruan tinggi untuk lebih menyiapkan anak didik dengan keterampilan-keterampilan baru untuk bisa ikut berpartisipasi dalam dunia yang berubah dan berkembang pesat.
A. Transformasi Sosial
Karena pengaruh modernisasi, struktur keluarga berubah drastis dalam dua dekade terakhir ini. Semakin banyak anak yang dibesarkan dalam keluarga inti tanpa kehadiran penuh kedua orang tua. Tingkat mobilitas dan isolasi keluarga makin meningkat dengan semakin bertambahnya kaum ibu yang berkarier. Banyak anak tumbuh dengan sedikit sekali pengasuhan dari orang tua. Yang lebih menyedihkan lagi, anak bisa meluangkan lebih banyak waktu di depan televisi daripada di sekolah. Stasiun televisi boleh saja membantah hasil penelitian mengenai pengaruh antisosial televisi, namun yang jelas menonton televisi adalah kegiatan solitair. Pada saat mata terpaku pada layar, hilanglah kesempatan untuk mengembangkan interaksi sosial dan keterampilan berkomunikasi. Anak usia SD menonton rata-rata 15 kali lebih lama daripada berbicara dengah ayah mereka (Spencer Kagan, 1992).
Sekolah tidak bisa lagi hanya memperhatikan perkembangan kognitif anak didik. Di tengah-tengah transformasi sosial yang membawa makin banyak dampak negatif, sekolah seharusnya merasa terpanggil untuk juga memperhatikan perkembangan moral dan sosial anak didik. Dalam sistem pengajaran tradisional, siswa dipaksa untuk bekerja secara individu atau kompetitif tanpa ada banyak kesempatan untuk berinteraksi dan bekerja sama dengan sesama.
Disarikan dari buku: Cooperative Learning, Karya Anita Lie
Post a Comment for "TRANSFORMASI PENDIDIKAN DAN GLOBALISASI"