KRITERIA MENJADI SEORANG GURU
Kriteria Menjadi Seoarang Guru
Lembaga pendidikan adalah salah satu harapan besar bagi Indonesia agar dapat bangkit dari keterpurukan dalam segala aspek kehidupan. Bangsa ini membutuhkan lahirnya kader-kader muda andal yang melek ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Di pundak merekalah, kejayaan bangsa ini dipertaruhkan. Namun, kelahiran mereka tidak cukup hanya dinanti, ditunggu, dan dibayangkan. Kader-kader muda masa depan tersebut harus direncanakan, diupayakan, dimunculkan, dan diperjuangkan dengan usaha maksimal, sistematis, dan terstruktur. Pendidikan yang diberikan di rumah, dengan dipadukan pendidikan di sekolah, tentu mempunyai peran penting dalam mendukung keberhasilan.
Di lingkungan sekolah, guru adalah aktor utama untuk mewujudkan kesuksesan pendidikan yang dicanangkan. Tanpa keterlibatan aktif guru, pendidikan kosong dari materi, esensi, dan substansi. Secanggih apa pun sebuah kurikulum, visi misi, dan kekuatan finansial, sepanjang gurunya pasit dan stagnan, maka kualitas lembaga pendidikan akan merosot tajam. Sebaliknya, selemah dan sejelek apa pun sebuah kurikulum, visi misi, dan kekuatan finansial, jika gurunya inovatif, progresif, dan produktif, maka kualitas lembaga pendidikan akan maju pesat. Lebihlebih jika sistem yang baik ditunjang dengan kualitas guru yang inovatif, maka kualitas lembaga pendidikan semakin dahsyat.
Di sinilah letak strategis guru dalam dunia pendidikan. Karena itu, tidak ada pilihan lain, guru-guru yang ada harus mampu memosisikan diri sebagai guru yang inspiratif, inovatif, dan motivatif, yakni guru-guru yang mampu menyesuaikan diri dengan tuntutan zaman yang kian maju dan kompetitif, mempunyai kekuatan spiritual, intelektual, emosional, dan sosial yang tinggi, serta kreatif melakukan terobosan dan pembaruan yang kontinu dan konsisten.
Fakta yang ada menunjukkan, banyak guru di negeri ini tidak sesuai dengan harapan. Mereka belum mencerminkan diri sebagai guru ideal dan kreatif yang siap mendidik murid dengan profesionalisme dan optimisme. Kapasitas intelektual yang rendah, kedisiplinan yang lemah, semangat belajar yang hampir hilang, integritas moral yang sering menyeleweng, dan dedikasi sosial yang rendah, adalah sebagian potret buram guru. Hal ini membuat lembaga pendidikan berjalan stagnan, bahkan terkesan mundur.
Pembahasan mengenai guru selalu menarik, karena ia adalah kunci pendidikan. Artinya, jika guru sukses, maka kemungkinan besar murid-muridnya akan sukses. Guru adalah figur inspirator dan motivator murid dalam mengukir masa depan. Jika guru mampu menjadi sumber inspirasi dan motivasi bagi muridnya, maka hal itu akan menjadi kekuatan murid dalam mengejar cita-cita besarnya di masa depan.
Kita dapat mengambil contoh murid-murid Indonesia yang mengharumkan nama bangsa dalam kancah beragam olimpiade internasional dengan menyabet gelar bergengsi, seperti emas, perak, dan perunggu. Keberhasilan mereka tidak lepas dari peran guru-guru yang hebat dan selalu mendorong untuk mencapai hasil terbaik dan tidak cepat merasa puas dengan prestasi yang diraih.
Peran guru sangat vital bagi pembentukan kepribadian cita cita, dan visi misi yang menjadi impian hidup muridnya di masa depan. Di balik kesuksesan murid, selalu ada guru yang memberikan inspirasi dan motivasi besar. Itu dapat dijadikan sebagai sumber stamina dan energi agar selalu belajar dan bergerak mengejar ketertinggalan, menggapai kemajuan, menorehkan prestasi spektakuler dan prestisius dalam panggung sejarah kehidupan manusia.
Di sinilah urgensi melahirkan guru-guru berkualitas, guru-guru yang ideal dan kreatif yang mampu membangkitkan semangat besar dalam diri murid untuk menjadi aktor perubahan peradaban dunia di era global ini.
Jika guru-guru-yang berinteraksi langsung dengan murid-kurang profesional, kreatif, dan produktif, maka murid akan lahir sebagai kader penerus bangsa yang malas, suka mengeluh, dan pesimis dalam menghadapi masa depan. Tidak ada etos dan spirit perjuangan yang membara dalam dadanya. Ia lebih suka menikmati hidup yang hedonis dan konsumtif dari pada capek-capek belajar dan mengejar citacita mulia yang melelahkan dan membutuhkan perjalanan panjang yang berliku.
Keadaan demikian, tentu akan mengancam masa depan bangsa ini. Misalnya menjadi bangsa kuli di negeri sendiri, tidak menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, memiliki skills entrepreneurship rendah, atau jiwa kemandirian dan semangat berkompetisi yang tidak terbangun.
Jika bangsa ini terus terjerembab dengan problem internal-terus bertikai dengan kawan sendiri demi meraih kekuasaan-sedangkan kualitas pendidikan, khususnya para guru, tidak ditingkatkan dengan profesional, maka bangsa ini semakin tertinggal.
Dalam konteks ini, munculnya guru-guru yang berkualitas menjadi kebutuhan pokok yang tidak bisa ditunda tunda lagi. Lalu, siapa yang pantas disebut guru yang berkualitas ini?
Menurut Husnul Chotimah, guru, dalam pengertian sederhana adalah orang yang memfasilitasi alih ilmu pengetahuan dari sumber belajar kepada murid. Sementara, masyarakat memandang guru sebagai orang yang melaksanakan pendidikan di sekolah atau tempat-tempat lain. Semua pihak sependapat bila guru memegang peranan amat penting dalam mengembangkan sumber daya manusia melalui pendidikan.
Perkembangan pesat teknologi informasi saat ini, turut menumbuhkan tantangan tersendiri bagi guru. Mengingat, guru sudah bukan lagi satu-satunya sumber informasi hingga muncul pendapat bahwa pendidikan bisa berlangsung tanpa guru. Hal ini benar jika pendidikan diartikan sebagai proses memperoleh pengetahuan. Namun, perlu diingat pendidikan juga media pendewasaan, maka prosesnya tidak dapat berlangsung tanpa guru.
Menurut Prof. Herawati Susilo, M.Sc., Ph.D., pakar pendidikan Universitas Negeri Malang, ada enam kriteria guru ideal, yaitu belajar sepanjang hayat, literate sains dan teknologi, menguasai bahasa Inggris dengan baik, terarnpil melaksanakan penelitian tindakan kelas, rajin menghasilkan karya tulis ilmiah, serta mampu mendidik murid berdasarkan filosofi konstruktivisme dengan pendekatan kontekstual.
Hal yang tidak kalah penting, guru juga harus dapat membagi waktu dengan baik, rajin membaca, banyak menulis, dan gemar melakukan penelitian. Sebab, mereka harus mampu menjadi panutan dan selalu memberikan keteladanan. Ilmunya seperti mata air yang tak pernah habis. Semakin diambil semakin jernih airnya. Mengalir bening dan menghilangkan rasa dahaga bagi siapa saja yang meminumnya.
Dari beberapa pengertian itu, guru ideal dapat dijelaskan sebagai berikut. Pertama, guru yang memahami benar profesinya. Profesi guru adalah profesi yang mulia. Ia adalah sosok yang selalu memberi dengan tulus dan tak mengharapkan imbalan apa pun. Falsafah hidupnya adalah tangan di atas lebih mulia daripada tangan di bawah. Hanya memberi tak harap kembali. Ia mendidik dengan hati dan kehadirannya dirindukan oleh muridnya.
Kedua, guru yang ideal adalah guru yang rajin membaca dan menulis. Pengalaman mengatakan, barang siapa yang rajin membaca, maka ia akan kaya ilmu. Namun, bila kita malas membaca, maka kemiskinan ilmu akan terasa. Guru yang rajin membaca, otaknya ibarat mesin pencari “Google” di internet. Bila ada muridnya yang bertanya, memori otaknya langsung bekerja mencari dan menjawab pertanyaan para muridnya dengan cepat dan benar. Wawasan guru yang rajin membaca akan terlihat dari cara bicara dan menyampaikan pelajarannya. Guru yang ideal adalah guru yang juga rajin menulis. Bila guru malas membaca, maka sudah bisa dipastikan ia akan malas pula untuk menulis. Menulis dan membaca adalah dua sisi mata uang logam yang tidak dapat dipisahkan. Guru yang terbiasa membaca, akan terbiasa menulis. Dari membaca itulah guru mampu membuat kesimpulan dari bacaannya, kemudian kesimpulan itu ia tuliskan kembali dalam gaya bahasanya sendiri.
Ketiga, guru yang ideal adalah guru yang sensitif terhadap waktu. Orang Barat mengatakan bahwa waktu adalah uang, time is money. Bagi guru, waktu lebih dari uang dan bahkan bagaikan sebilah pedang tajam yang dapat membunuh siapa pun, termasuk pemiliknya. Guru yang kurang memanfaatkan waktunya dengan baik, tidak akan menorehkan banyak prestasi. Karena itu, guru harus sensitif terhadap waktu.
keempat, guru yang ideal adalah guru yang kreatif dan inovatit. Merasa sudah berpengalaman membuat guru menjadi kurang kreatif la akan merasa sudah cukup Tidak ada upaya untuk menciptakan sesuatu yang baru dari pembelajarannya. Dari tahun ke tahun, saya mengajarnya itu-itu saja. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang dibuatnya pun dari tahun ke tahun sama, hanya sekadar copy and paste. RPP tinggal menyalin dari kurikulum yang dibuat oleh pemerintah atau menyontek dari guru lainnya. Guru menjadi tidak kreatif. Proses kreatif menjadi tidak jalan.
Guru kreatif adalah guru yang selalu bertanya kepada dirinya sendiri, apakah ia sudah menjadi guru yang baik Apakah ia sudah mendidik dengan benar? Apakah muridnya mengerti pelajaran yang ia sampaikan? Ia selalu melakukan introspeksi dan memperbaiki diri, merasa kurang dalam proses pembelajaran, tidak pernah puas dengan apa yang ia lakukan, dan selalu ada inovasi baru yang diciptakan dalam proses pembelajarannya.
Selain itu, ia selalu memperbaiki proses pembelajaran melalui Penelitian Tindakan Kelas (PTK). la belajar sesuatu yang baru, dan merasa tertarik untuk membenahi cara mengajarnya.
Guru ideal jika wajib memiliki lima kecerdasan Kecerdasan yang dimiliki terpancar jelas dari karakter dan perilakunya sehari-hari, baik ketika mengajar maupun saat hidup di tengah-tengah masyarakat. Kelima kecerdasan itu adalah kecerdasan intelektual, moral, sosial, emosional, dan motorik. Kecerdasan intelektual harus diimbangi dengan kecerdasan moral, mengapa? Sebab, kecerdasan intelektual yang tidak diimbangi dengan kecerdasan moral akan meng hasilkan murid yang hanya mementingkan keberhasilan daripada proses. Segala cara dianggap layak, yang penting target tercapai.
Kecerdasan sosial juga harus dimiliki oleh guru ideal agar tidak egois. Ia harus mampu bekerja sama dengan karakter orang lain yang berbeda-beda. Kecerdasan emosional harus ditumbuhkan agar guru tidak gampang marah, tersinggung, dan mudah melecehkan orang lain. Sedangkan kecerdasan motorik diperlukan agar guru mampu melakukan mobilisasi yang tinggi sehingga mampu bersaing dalam memperoleh hasil yang maksimal.
Menurut Balnadi Sutadipura, kreativitas menjadi unsur penting seorang guru. Kreativitas adalah kesanggupan untuk menemukan sesuatu yang baru dengan jalan mempergunakan daya khayal, fantasi, atau imajinasi. Dalam The Dictionary of Education kreativitas berarti a quality to be make up of associative and ideational fluency, originality, adoptive and spontaneous flexibility, and the ability to make logical evaluations.
Dalam definisi terakhir ini, tersimpul dua sifat khas dari kreativitas, originality dan kemampuan untuk membuat penilaian-penilaian yang logis. Jelas, kreativitas bukan hasil dari menghafal di luar kepala hasil metode jejal atau metode bubur. Menurut pandangan para ahli psikologi, seperti dirumuskan oleh Horace, kreativitas adalah kemampuan untuk menemukan cara-cara baru bagi pemecahan problemproblem, baik yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan, seni sastra atau seni-seni lainnya, yang mengandung suatu hasil atau pendekatan yang sama sekali baru bagi yang bersangkutan, meskipun untuk orang lain merupakan hal yang tidak begitu asing lagi.
Kreativitas yang harus kita kembangkan adalah daya (cipta) yang mula-mula timbul untuk merangsang murid ke arah penyajian kembali, penelaahan kembali, rethinking, dan rediscovery, yang lambat laun, tetapi pasti menjurus ke arah penemuan yang baru dan timbulnya problem baru,
Dalam bidang pendidikan, pemegang kunci dalam pengembangan daya kreativitas anak adalah guru. Seorang guru yang ingin mengembangkan kreativitas pada muridnya, harus terlebih dahulu kreatif. Pada umumnya, guru yang kreatif itu pernah dididik oleh orang-orang yang kreatif dalam lingkungan yang mendukungnya.
Douglas Brown J. menamakan guru yang kreatif dengan sebutan Teacher Scholar. Mengajar, katanya, jika dilakukan dengan baik, pada hakikatnya juga kreatif. Para guru harus selalu mengomunikasikan kepada murid ide-ide lama dan ide-ide baru dalam bentuk yang baru. Brown merumuskan ciri-ciri seorang teacher scholar sebagai berikut.
1. Mempunyai keingintahuan yang tinggi (curiosity), selalu mempelajari atau mencari tahu tentang segala sesuatu yang masih belum jelas dipahaminya.
2. Setiap hal dianalisis dianalisis dulu, kemudian disaring, dikualifikasi untuk ditelaah dan dimengerti, lalu diendapkan dalam “gudang pengetahuannya”.
3. Memiliki intuisi yang tajam, yaitu kemampuan bawah sadar yang menghubungkan gagasan-gagasan lama guna membentuk ide-ide baru.
4. Self disciple. Hal ini mengandung arti bahwa guru yang kreatif itu memiliki kemampuan untuk melakukan pertimbangan-pertimbangan sebelum mengambil suatu keputusan akhir.
5. Tidak akan puas dengan hasil sementara. Ia tidak menerima begitu saja setiap hasil yang belum memuaskannya.
6. Suka melakukan introspeksi. Sifat ini mengandung kemampuan untuk menaruh kepercayaan terhadap gagasan-gagasan orang lain.
7. Mempunyai kepribadian yang kuat, tidak mudah diberi instruksi tanpa pemikiran.
Menurut Rina Eny Anawati, proses kreatif dalam pembelajaran sangat penting bagi seorang guru. Menciptakan suasana kelas yang penuh inspirasi bagi murid, kreatif, dan antusias, merupakan salah satu tugas dan tanggung jawab guru. Dengan begitu, waktu belajar menjadi saat yang dinanti-nantikan oleh murid. Namun, tugas ini tidaklah mudah. Apalagi saat ini, yakni teknologi informasi sudah mulai merambah segala aspek kehidupan. Begitu pula persaingan hidup yang menjadi semakin ketat. Menjadi figur dan contoh kreatif bagi setiap nilai dan pencapaian kompetensi murid adalah sebagai sebuah tantangan.
Untuk meningkatkan kualitas belajar murid, dibutuhkan sebuah proses kreatif dalam pembelajaran, yakni upayaupaya penting yang dilakukan untuk mendayagunakan potensi kognitif dan afektif dari murid secara optimal, sehingga ide-ide baru dan cerdas lebih terakomodasi. Proses kreatif juga berarti cara membuat setiap murid memiliki multi perspektif dan cara pandang yang luas terhadap sebuah fakta. Selain itu, proses kreatif juga berarti bahwa setiap murid mampu mengamati hal-hal detail yang menjadi rujukan dalam berpendapat maupun menyelesaikan permasalahan, baik untuk dirinya sendiri maupun komunitas dalam masyarakat.
Ada beberapa tahapan yang bisa dilaksanakan seorang guru untuk bisa menjadi fasilitator proses kreatif dalam pembelajaran.
1. Kemampuan untuk mengakomodasi gaya belajar setiap murid
Masing-masing murid mempunyai pribadi yang unik dan gaya belajar yang berbeda. Ada yang mempunyai kecen derungan kinestetik, visual, dan auditoria. Pelajar yang memiliki kecenderungan kinestetik adalah pelajar yang mudah mengasosiasikan informasi dengan gerakan tubuh. Mereka juga menyukai praktik dan proyek terapan. Pelajar yang memiliki kecenderungan visual menyukai banyak simbol dan gambar. Mereka juga menyukai peta pikiran (mind mapping), teratur, dan suka warna. Sedangkan pelajar yang memiliki kecenderungan auditoria, lebih suka untuk mendengarkan. Mereka suka mendengarkan penjelasan, cerita dan petualangan, gagasan, maupun kisah-kisah populer. Tugas guru sebagai fasilitator adalah meramu sebuah metode pembelajaran yang tepat dan dapat mengakomodasi berbagai macam gaya belajar murid tersebut.
2. Menciptakan suasana belajar yang menggairahkan
Hal ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, di antaranya menggunakan presentasi pengajaran yang lebih hidup dan menarik bagi setiap murid. Media, alat pengajaran, termasuk teknologi, harus menggunakan yang tepat guna.
Selanjutnya, guru bisa menyusun bahan pengajaran yang sesuai dengan minat murid, merancang kelas, meng gunakan musik, dan mewarnai lingkungan sekeliling. Salah satu sarana untuk menumbuhkan rasa bangga dan kepercayaan diri yang baik adalah dengan menempelkan hasil karya murid tersebut di dinding kelas. Poin penting lain ialah keterlibatan aktif murid. Murid yang mempunyai sikap analitis, kritis, dan pandai menulis membutuhkan dorongan dan stimulasi yang terus-menerus.
Di sinilah peran penting seorang guru yang menjadi fasilitator murid untuk menumbuhkan rasa ingin tahu, menjelajahi suatu ilmu lebih dalam, dan menggali lebih banyak informasi yang ada. Performa guru juga ikut andil untuk ikut menciptakan suasana yang mendukung saat belajar. Guru yang optimistis, percaya diri, mempunyai kapasitas keilmuan yang tidak diragukan akan melejitkan potensi murid dan membuat murid menjadi optimis dan percaya diri.
3. Kemampuan menanamkan nilai dan keterampilan hidup dengan kapasitas yang benar bagi murid
Inilah pentingnya mengajar dengan keteladanan sehingga penerapan nilai dalam pribadi guru menjadi utama, karena guru adalah model. Sebagai contoh, keberhasilan menerapkan budaya membaca berawal dari budaya membaca yang terbangun dalam komunitas sekolah, mulai dari para guru, lalu berlanjut kepada murid. Dalam konteks ini pula, guru dapat memberi stimulasi pada murid untuk memiliki cara pandang multi perspektif. Tentunya dalam hal ini, sangat dibutuhkan kearifan dalam menambahkan betapa pentingnya nilai hidup yang positif.
4. Menghilangkan segala hambatan dalam belajar dengan membangun interaksi, kedekatan, dan komunikasi dengan murid, baik secara verbal maupun non-verbal
Kemampuan guru menjadi pendengar yang baik, sehingga berbagai macam pendapat baru muncul dan terakomodasi, adalah hal yang sangat penting. Ajarkan bahwa menghargai semua pendapat dapat memperkaya wawasan dan membuka pikiran. Namun, kadang kala hambatan belajar yang bersifat internal, sering muncul dan mendominasi pertemuan. Pola mengajar tradisional yang tidak terbantahkan dan aku selalu benar” dapat menjadi bumerang bagi guru. Oleh karena itu, singkirkan terlebih dahulu hambatan internal, baru kemudian membangun interaksi yang lebih sehat dengan murid. .
Dari pendapat para pakar tersebut, dapat diambil beberapa kesimpulan mengenai kriteria guru ideal. Di antaranya berikut ini.
1. Orang yang mempunyai kompetensi tinggi dengan banyak membaca, menulis dan meneliti. Ia adalah figur yang senang dengan pengembangan diri terus menerus, tidak merasa cukup dengan yang sudah dimiliki.
2. Mempunyai moral yang baik, bisa menjadi teladan, dan memberi contoh perbuatan, tidak sekadar menyuruh dan berorasi.
3. Mempunyai skills yang memadai untuk berkompetisi dengan elemen bangsa yang lain dan sebagai sumber inspirasi dan motivasi kepada murid.
4. Mempunyai kreativitas dan inovasi tinggi dalam mengajar sehingga menarik dan memuaskan murid.
5. Mempunyai tanggung jawab sosial dengan ikut berpartisipasi dalam menyelesaikan problem-problem sosial kemasyarakatan.
Sekarang ini, guru di Indonesia yang mempunyai lima kriteria tersebut sangat sedikit. Mereka banyak yang hanya mengandalkan gelar kesarjanaan tanpa mengevaluasi kemampuan dan tanggung jawab besarnya sebagai figur pengubah sejarah yang dituntut mempunyai kemampuan terbaik yang dipersembahkan untuk murid-muridnya. Sebenarnya, persoalan ini tidak lepas dari paradigma profesi. Dalam arti, mengajar sebagai mata pencarian sehingga kesibukan utama guru adalah mencari nafkah keluarga. Lepas dari masih rendahnya gaji guru, tetapi kesibukan mencari nafkah, tidak bisa menjadi alasan malas belajar dan membaca.
Daftar Pustaka
Asmani. Jamal Ma'mur. 2016. Great Teacher. Banguntapan Yogyakarta: Diva Press
Post a Comment for "KRITERIA MENJADI SEORANG GURU"